Personel
Polda Aceh dan Kodam Iskandar Muda (IM) memusnahkan (mendisposal) 973 senjata
api (senpi) ilegal di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh, Rabu (17/10). Senpi
yang umumnya merupakan sisa konflik Aceh itu, 831 pucuk di antaranya
dikembalikan warga melalui jajaran Polda Aceh dan sisanya dikembalikan melalui
jajaran Kodam IM.
Pada
kesempatan itu, Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan terlebih dulu
mengembalikan lima senpi kepada Pangdam IM Mayjen TNI Zahari Siregar. Soalnya,
senpi itu milik TNI yang diperkirakan hilang ketika konflik Aceh atau ketika
tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, tetapi ditemukan kembali oleh
polisi.
“Setelah
diteliti, ternyata kelima senjata ini inventaris TNI, maka saya kembalikan
melalui Pangdam IM,” kata Kapolda.
Selanjutnya, sebelum pemusnahan senpi ilegal, Gubernur Aceh dr Zaini
Abdullah, Kapolda, dan Pangdam IM juga lebih dulu mengawali pembakaran untuk
memusnahkan 5.319 kilogram ganja dan 25.300 batang ganja. Ini barang bukti
hasil operasi narkoba pada September-Oktober 2012, sebagian hasil operasi TNI.
Usai
membakar barang haram itu, Gubernur, Kapolda, dan Pangdam IM dipersilakan
mengenakan pakaian khusus berupa rompi, helm, kacamata, dan sarung tangan untuk
memotong senpi menggunakan mesin pemotong. Ketiga pejabat itu sukses memotong
masing-masing satu senpi menjadi tiga bagian.
Kedua,
giliran Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, TM Syahrizal dan dua pejabat
lainnya memotong senpi lain. Usai pemusnahan oleh enam pejabat, sisa-sisa senpi
itu dipotong dengan enam mesin oleh personel TNI/Polri. Ketika ada wartawan
yang ingin ikut “memutilasi” senjata tersebut, juga diperkenankan dan diajari
cara memotongnya oleh polisi.
Kapolda
Aceh, Irjen Pol Iskandar Hasan dan Pangdam IM Mayjen TNI Zahari Siregar mengatakan
jumlah senpi yang dimusnahkan kemarin lebih banyak dibandingkan pemusnahan
senpi melalui decommissioning pada awal-awal penandantanganan MoU Helsinki, 15
Agustus 2005.
“Bisa
jadi ketika itu masyarakat masih takut-takut, kemudian TNI/Polri terus
mengimbau masyarakat untuk mengembalikan senpi ilegal. Akhirnya, hasil
pengembalian sejak 2006 hingga 2012 ini, terkumpul sejumlah yang kita musnahkan
hari ini. Tidak ada unsur paksaan dari TNI/Polri, masyarakat dengan sukarela
mengembalikannya. Pengembalian senpi untuk dimusnahkan ini juga sesuai dengan
klausul yang tercantum dalam salah satu pasal di MoU Helsinki.
Kapolda
menambahkan, masyarakat yang mengembalikan senpi itu tidak diproses hukum,
bahkan dirahasiakan identitasnya. Hal ini juga berlaku hingga kini bagi
masyarakat yang ingin mengembalikannya kepada TNI/Polri. “Tapi, jika tidak
dikembalikan, kemudian didapat oleh TNI/Polri, jangankan senpi, satu butir
amunisi pun bisa diproses hukum dan bisa dikenakan melanggar UU tentang
Kepemilikan Senjata Api ilegal. Itu sudah terbukti bahwa ada yang sedang
diproses,”.
“Kita tidak punya data berapa senpi ilegal
yang masih beredar di Aceh, tapi pasti masih ada.” Terkait persoalan ganja yang masih banyak di
Aceh, Kapolda kembali mengajak masyarakat menggantinya dengan tanaman
alternatif yang menghasilkan, misalnya, pohon naga atau kacang kedelai.
Pemusnahan
senpi ilegal dan ganja yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB itu berlangsung
kira-kira 90 menit. Acara itu mendapat perhatian luas dari warga Kota Banda
Aceh dan sekitarnya.
Mirip
Decommissioning Era AMM
PEMUSNAHAN
973 pucuk senjata api (senpi) ilegal di Lapangan Blangpadang Banda Aceh, Rabu
(17/10) kemarin, mengingatkan kita pada suasana pemusnahan (decommissioning)
senjata-senjata milik kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan cara
“menyembelih”nya pasca-MoU Helsinki ditandatangani Ketua Juru Runding RI dan
GAM pada 15 Agustus 2005.
Selang
sebulan dari penandatangan MoU yang mengakhiri era konflik bersenjata di Aceh
itu, langsung dilakukan pemusnahan senjata GAM secara bertahap. Dimulai pada
bulan September, berakhir pada Desember 2005. Menariknya, pada saat itu pun
Blangpadang terpilih sebagai tempat pemotongan pertama senjata api yang diserahkan
GAM.
Proses
penyerahan maupun penyembelihan senjata itu disaksikan oleh Aceh Monitoring
Mission (AMM), sebuah misi khusus yang dibentuk sebagai amanat MoU Helsinki
yang anggotanya terdiri atas wakil-wakil Uni Eropa dan Asia Tenggara. Misi yang
dipimpin Pieter Feith inilah yang mengawal dan mengawasi pelaksanaan butir demi
butir MoU Helsinki, termasuk fase demobilization of GAM and decommissioning of
its armaments.
Fase
ini menjadi monumental dalam sejarah perdamaian Aceh, karena pada saat itulah
sayap militer GAM dibubarkan dan mereka menyerahkan senjatanya kepada AMM untuk
dimusnahkan. Sebagai kompensasinya, pasukan TNI dan Polri nonorganik ditarik
bertahap dari Aceh. Penyerahan senjata GAM kepada AMM berjalan paralel dengan
penarikan pasukan TNI dan Polri nonorganik dari Aceh.
Hingga
semua tahapan penting itu berakhir pada Desember 2005, AMM mencatat sebanyak
25.890 TNI nonorganik dan 5.791 Polri nonorganik ditarik dari Aceh. Totalnya,
31.681 personel kala itu dipulangkan dari Aceh. Sehingga, “pasukan” RI yang
tersisa di Aceh saat itu dan (semestinya juga saat ini) adalah 14.700 personel
TNI dan 9.100 personel Polri. Sebab, inilah kekuatan maksimum TNI dan Polri
yang boleh berada di Aceh sebagaimana amanat Pasal 4 MoU Helsinki.
Sementara
itu, paralel dengan ditariknya pasukan nonorganik dari Aceh, GAM pun
menyerahkan senjata apinya dalam empat tahap. Hingga akhirnya, sebanyak 1.018
pucuk senjata api diserahkan GAM ke AMM, namun 178 di antaranya
didiskualifikasi, karena bukan merupakan senjata standar atau sudah tak
berfungsi lagi.
Alhasil,
senjata serahan GAM ke AMM yang memenuhi syarat adalah 640 pucuk. Angka ini
sesuai dengan keharusan yang diserahkan GAM kepada AMM untuk dimusnahkan.
Tujuh
tahun kemudian, senjata-senjata yang diklaim Kapolda Aceh dan Pangdam Iskandar
Muda sebagai sisa konflik, terkumpul sebanyak 973 pucuk, diserahkan warga
secara sukarela. Jumlah ini ternyata lebih banyak dari yang seharusnya
diserahkan GAM ke AMM pada akhir 2005. Tapi apa pun, nasib senjata-senjata yang
terkumpul kemudian itu diperlakukan sama dengan pendahulunya, yakni
dipotong-potong di Blangpadang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar